Untuk ketiga kalinya, Presiden Jokowi mengingatkan potensi gelombang 2 corona. Teranyar, pada Sabtu (8/8) lalu ketika memberi sambutan di acara Kongres Luar Biasa Gerindra.
“Jangan sampai kita masuk gelombang kedua. Second wave yang memperlambat kita untuk pulih kembali. Kuncinya adalah disiplin menjalankan protokol kesehatan,” kata Jokowi.
Pernyataan ini memunculkan asumsi bahwa gelombang pertama corona sudah bisa diselesaikan. Artinya kasus sudah mencapai puncak, kemudian bisa ditekan dan menurun.
Benarkah demikian? Menurut beberapa pakar epidemiologi atau pakar wabah, apa yang disampaikan Jokowi kurang tepat. Sebab, Indonesia belum memasuki fase puncak karena kasus terus naik.
“Beliau mendapat informasi yang tidak akurat,” kata ahli wabah dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, Minggu (9/8).
Berikut sejumlah bukti yang menunjukkan gelombang pertama corona belum usai:
- Kasus Masih Terus Naik, Kurva Belum Melandai
Dari kurva di atas, sangat jelas bahwa belum ada tanda-tanda kasus corona mengalami penurunan. Hari ke hari kurva masih menjulang.
Rata-rata penambahan kasus belakangan di angka 1.800 sampai 2.000 kasus per hari. Kini total sudah mencapai 125.396 kasus.
Sementara itu, jubir satgas penanganan corona Prof Wiku Adisasmito mengungkapkan, pertumbuhan kasus harian didominasi oleh 5 wilayah. Mereka adalah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Jawa Barat.
“Ini 5 provinsi yang jadi target utama agar tidak terjadi kenaikan kasus,” kata Wiku dalam webinar yang dihelat BNPB.
- Tes Minim, Positivity Rate Jauh di Atas Standar WHO
Untuk mengetahui apakah suatu wilayah sudah bisa mengendalikan pandemi corona, kita bisa melihat dua hal ini. Semakin tinggi jumlah tes per individu menunjukkan keadaan yang semakin mendekati kenyataan.
Sementara di Indonesia, tes individu masih minim. Hingga Minggu (9/9), tercatat hanya 972.594.
Saat ini penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 271 juta jiwa. Itu berarti tes di Indonesia baru mencapai 3.588 per 1 juta penduduk.
“Pemerintah belum serius dalam meningkatkan kapasitas tes,” kata Pandu Riono.
Di sisi lain pertumbuhan kasus makin hari makin meningkat. Hal ini berdampak ke positivity rate yang masih menjulang, sejauh ini tercatat 12,9 persen.
Batas minimal positivity rate versi WHO 10 persen. Atau jauh lebih terkendali apabila positivity rate-nya di bawah 5 persen.
- Kematian Pekanan Masih Fluktuatif
Jubir satgas penanganan corona Prof Wiku Adisasmito mengungkapkan, secara keseluruhan tingkat kematian di Indonesia menurun. Kini tercatat sebanyak 5.723 orang atau 4,6 persen dari kasus positif.
Angka ini masih lebih tinggi dari kematian global, yakni 3,6 persen. Selain itu, bila dilihat secara pekanan, kasus kematian masih fluktuatif.
Untuk menyatakan corona terkendali, kasus kematian harus menurun secara konsisten. Paling tidak selama 4 pekan berturut-turut.