Calon Wali Kota Surabaya nomor urut 2, Machfud Arifin, memiliki kepedulian yang tinggi terhadap sektor olahraga Kota Pahlawan. Salah satunya adalah sektor pesepakbolaan Kota Surabaya.
Saat ini, pesepakbolaan Surabaya mengalami sebuah persoalan pelik yang mengancam budaya dan tradisi kota Pahlawan yaitu persoalan pelarangan menggunakan lapangan Karanggayam, padahal, lapangan ini sudah lama digunakan untuk latihan dan pembinaan pesepakbola Kota Pahlawan.
Dari lapangan ini pula bibit-bibit macam Eri Irianto (alm.), Mat Halil, Uston Nawawi, serta Bejo Sugiantoro, muncul dan terbentuk sedemikian rupa hingga menjadi andalan bagi Persebaya. Kendati demikian sekarang, fasilitas olahraga ini tidak dapat dipergunakan lantaran pemkot melakukan pelarangan.
Pemkot Surabaya mengklaim jika Karanggayam adalah aset milik Pemkot. Siapa pun yang ingin memakai, harus izin kepada Pemkot atau istilahnya, membuat hubungan hukum.
Kejadiannya bermula pada awal 2019, Persebaya menerima opsi hubungan hukum ini. Alhasil, Persebaya pun melayangkan surat kepada Pemkot. Namun, Pemkot tak memberikan jawaban pasti kepada Persebaya.
Puncaknya pada 15 Mei 2019, Pemkot melakukan tindakan pengosongan Wisma Persebaya, berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016. Dalih mereka, tindakan ini adalah bentuk pengamanan aset.
Klub-klub internal Persebaya menjadi resah. Mereka kesulitan mencari lapangan untuk menggelar kompetisi internal.
Mereka bahkan harus berlatih di lapangan Brigif Marinir dan Arhanud, Gedangan, Sidoarjo. Dikarenakan kondisi yang tidak menguntungkan, mereka melayangkan gugatan kepada Pemkot Surabaya.
Mereka menggugat Sertifikat Hak Pakai dan Surat Izin Mendirikan Bangunan yang kerap digunakan Pemkot untuk menyebut bahwa Karanggayam adalah aset milik Pemkot. Setelah enam bulan lamanya, Pengadilan Negeri Surabaya akhirnya memenangkan gugatan Persebaya atas Pemkot soal Karanggayam.
Majelis Hakim membatalkan Sertifikat Hak Pakai Pemkot atas Karanggayam yang diterbitkan BPN pada 1994. Dengan begitu, tindakan Pemkot yang didasari oleh Sertifikat Hak Pakai tersebut tidak dibenarkan.
Persebaya dinilai berhak mengajukan sertifikat kepemilikan karena sudah menghuni Karanggayam sejak 1967. Atas hasil ini pemkot mengajukan banding dan peninjauan kembali (PK).
Dikarenakan hal itu, pembinaan pemain-pemain muda Kota Surabaya semakin terhambat karena proses yang memakan waktu lama. Maka dari itu pemimpin yang dikenal peduli, Cak Machfud, berkomitmen untuk membantu penyelesaian sengketa Karanggayam jika nanti diamanahkan menjadi orang yang terpilih sebagai pemimpin Surabaya.
“Karanggayam merupakan sentral pelatihan bagi generasi penerus sepak bola kita. Saya akan berupaya fasilitas ini dapat dipergunakan kembali di masa mendatang. Surabaya ini gudangnya atlet, pemerintah harus mendukung agar atlet-atlet bertalenta terus bermunculan,” terang Cak Machfud.
Kejadiannya bermula pada awal 2019, Persebaya menerima opsi hubungan hukum ini. Alhasil, Persebaya pun melayangkan surat kepada Pemkot. Namun, Pemkot tak memberikan jawaban pasti kepada Persebaya.
Puncaknya pada 15 Mei 2019, Pemkot melakukan tindakan pengosongan Wisma Persebaya, berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016. Dalih mereka, tindakan ini adalah bentuk pengamanan aset.
Klub-klub internal Persebaya menjadi resah. Mereka kesulitan mencari lapangan untuk menggelar kompetisi internal.
Mereka bahkan harus berlatih di lapangan Brigif Marinir dan Arhanud, Gedangan, Sidoarjo. Dikarenakan kondisi yang tidak menguntungkan, mereka melayangkan gugatan kepada Pemkot Surabaya.
Mereka menggugat Sertifikat Hak Pakai dan Surat Izin Mendirikan Bangunan yang kerap digunakan Pemkot untuk menyebut bahwa Karanggayam adalah aset milik Pemkot. Setelah enam bulan lamanya, Pengadilan Negeri Surabaya akhirnya memenangkan gugatan Persebaya atas Pemkot soal Karanggayam.
Majelis Hakim membatalkan Sertifikat Hak Pakai Pemkot atas Karanggayam yang diterbitkan BPN pada 1994. Dengan begitu, tindakan Pemkot yang didasari oleh Sertifikat Hak Pakai tersebut tidak dibenarkan.
Persebaya dinilai berhak mengajukan sertifikat kepemilikan karena sudah menghuni Karanggayam sejak 1967. Atas hasil ini pemkot mengajukan banding dan peninjauan kembali (PK).
Dikarenakan hal itu, pembinaan pemain-pemain muda Kota Surabaya semakin terhambat karena proses yang memakan waktu lama. Maka dari itu pemimpin yang dikenal peduli, Cak Machfud, berkomitmen untuk membantu penyelesaian sengketa Karanggayam jika nanti diamanahkan menjadi orang yang terpilih sebagai pemimpin Surabaya.
“Karanggayam merupakan sentral pelatihan bagi generasi penerus sepak bola kita. Saya akan berupaya fasilitas ini dapat dipergunakan kembali di masa mendatang. Surabaya ini gudangnya atlet, pemerintah harus mendukung agar atlet-atlet bertalenta terus bermunculan,” terang Cak Machfud.